Catatan Jurnalis,Rancaekek,- Keresahan peternak bebek di Kabupaten Bandung makin membuncah. Pasalnya jumlah kematian bebek secara mendadak terus meningkat dalam waktu tiga minggu ini. Bahkan kematian bebek ini terjadi dalam skala besar. Akibatnya, peternak harus menanggung kerugian yang besar.
"Sampai saat ini sudah tercatat sekitar 14 ribu bebek yang mati akibat
terserang penyakit misterius. Dan itu baru empat peternak saja," ujar
Ketua Himpunan Peternak Bebek Indonesia (HPBI) Kabupaten Bandung, Dadang
Supriatna ketika ditemui wartawan di kediamannya, Minggu (27/1).
Empat peternak itu, yakni Enjang Rohidayat, peternak bebek di Kampung Andir RT 02/RW 09, Desa Cipedes, Kecamatan Paseh, Eman Sulaeman, peternak bebek di Kampung Haur Pugur RT 02/RW 07, Desa Haur Pugur, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Rahmad Nur Fatah peternak bebek di Kampung Babakan Sukarame RT 01/RW 03, Desa Haur pugur, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, dan Asep Wahyudin, peternak bebek di Kampung Kondang Laer RT 01/RW 01, Desa Sangiang, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung.
"Paling banyak kelompok ternak Enjang bebek yang berjumlah 42 anggota. Totalnya 30 persen dari total 37 ribu ekor bebek atau sebanyak 10150 ekor. Akibatnya kelompok peternak Enjang merugi sekitar Rp 151 juta, jika setiap ekornya dihargai Rp 12500," ujar Dadang yang menilai jumlah itu akan terus bertambah.
Di Kabupaten Bandung, lanjut Dadang, kasus kematian mendadak ternak bebek terjadi hampir merata di seluruh Kabupaten. Adapun kasus terparah terjadi di Rancaekek, Solokanjeruk, Cikancung, Paseh, Ibun, Cicalengka, Nagreg, dan Majalaya. Bukan tak mungkin kasus kematian ternak bebek secara mendadak yang sebenarnya sudah terjadi dua bulan terakhir ini akan terus meningkat selama dua minggu ini.
"Kematian terjadi pada itik muda dengan usia kurang dari 4 bulan. Praktis, dengan adanya kematian bebek membuat peternak menjual sisa itik yang masih hidup untuk menghindari kematian susulan. Hal itu juga mengakibatkan kerugian besar bagi peternak. Artinya, kondisi peternak bebek saat ini sangat memprihatinkan," kata Dadang.
Dadang menilai, setiap kelompok peternak yang memiliki 10-15 anggota biasanya merugi sekitar Rp 25 juta- Rp 35 juta akibat bebek-bebeknya mati mendadak. Nilai tersebut merupakan jumlah modal yang keluar seperti pemberian pakan yang telah diberikan selama dua bulan, pembelian bibit, perawatan bebek selama dua bulan dan biaya lainnya. Namun bebek-bebeknya tak bisa dijual lantaran mati mendadak.
"Akibat puluhan ribu bebek mati, dipastikan akan menambah jumlah pengangguran di Kabupaten Bandung. Bagaimana tidak? Mulai dari tingkat pemotongan bebek, penetas telur, peternak bebek, pedagang bebek tidak bisa bekerja lantaran bebek-bebeknya mati tanpa ada pengganti atau pun solusi," ujar Dadang.
Empat peternak itu, yakni Enjang Rohidayat, peternak bebek di Kampung Andir RT 02/RW 09, Desa Cipedes, Kecamatan Paseh, Eman Sulaeman, peternak bebek di Kampung Haur Pugur RT 02/RW 07, Desa Haur Pugur, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Rahmad Nur Fatah peternak bebek di Kampung Babakan Sukarame RT 01/RW 03, Desa Haur pugur, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, dan Asep Wahyudin, peternak bebek di Kampung Kondang Laer RT 01/RW 01, Desa Sangiang, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung.
"Paling banyak kelompok ternak Enjang bebek yang berjumlah 42 anggota. Totalnya 30 persen dari total 37 ribu ekor bebek atau sebanyak 10150 ekor. Akibatnya kelompok peternak Enjang merugi sekitar Rp 151 juta, jika setiap ekornya dihargai Rp 12500," ujar Dadang yang menilai jumlah itu akan terus bertambah.
Di Kabupaten Bandung, lanjut Dadang, kasus kematian mendadak ternak bebek terjadi hampir merata di seluruh Kabupaten. Adapun kasus terparah terjadi di Rancaekek, Solokanjeruk, Cikancung, Paseh, Ibun, Cicalengka, Nagreg, dan Majalaya. Bukan tak mungkin kasus kematian ternak bebek secara mendadak yang sebenarnya sudah terjadi dua bulan terakhir ini akan terus meningkat selama dua minggu ini.
"Kematian terjadi pada itik muda dengan usia kurang dari 4 bulan. Praktis, dengan adanya kematian bebek membuat peternak menjual sisa itik yang masih hidup untuk menghindari kematian susulan. Hal itu juga mengakibatkan kerugian besar bagi peternak. Artinya, kondisi peternak bebek saat ini sangat memprihatinkan," kata Dadang.
Dadang menilai, setiap kelompok peternak yang memiliki 10-15 anggota biasanya merugi sekitar Rp 25 juta- Rp 35 juta akibat bebek-bebeknya mati mendadak. Nilai tersebut merupakan jumlah modal yang keluar seperti pemberian pakan yang telah diberikan selama dua bulan, pembelian bibit, perawatan bebek selama dua bulan dan biaya lainnya. Namun bebek-bebeknya tak bisa dijual lantaran mati mendadak.
"Akibat puluhan ribu bebek mati, dipastikan akan menambah jumlah pengangguran di Kabupaten Bandung. Bagaimana tidak? Mulai dari tingkat pemotongan bebek, penetas telur, peternak bebek, pedagang bebek tidak bisa bekerja lantaran bebek-bebeknya mati tanpa ada pengganti atau pun solusi," ujar Dadang.
Dikatakan Dadang, para tukang potong
bebek yang biasanya bisa memotong sekitar 600 potong bebek setiap harinya, kini
mereka hanya memotorng 200 ekor setiap minggu. Hal itu disebabkan bebek-bebek
banyak yang mati akibat terserang penyakit misterius. Selain itu, setiap
kelompok peternak yang biasa mendsitribusikan 5 ribu ekor per hari, kini hanya
mampu mengirim bebek hidup sebanyak 500 ekor.
"Kalau
begini terus nasib kami seperti pedagang daging sapi. Bahkan lebih parah karena
kami tidak punya bebek perah untuk bisa dipotong," ujar Dadang.
Menurut Dadang, pemerintah diharapkan cepat tanggap dengan melakukan pencegahan
kematian itik lainnya. Selain itu, pemerintah seharusnya melakukan sosialisasi
kepada para peternak agar bisa memelihara bebek lebih baik lagi. Dikatakan
Dadang selama ini pemerintah terkesan cuek karena belum memberikan bantuan
apapun kepada peternak. Mereka hanya memberikan cairan desinfektan yang
fungsinya hanya membersihkan kandang."Selain bimbingan teknis yang jelas dan pemberian vaksin atau pun penelitian tentang penyakit yang menyerang bebek-bebek ini, pemerintah seharusnya mengupayakan pemberian dana hibah atau pinjaman dana lunak kepada para peternak ini. Sebab para peternak ini sudah tidak bisa lagi mencari modal karena mereka sudah meminjam modal ke bank-bank," ujar Dadang yang mengkritik Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Kabupaten Bandung yang hanya duduk manis di depan meja. Menurutnya Kadisnakan turun ke lapangan melihat situasi dan kondisi di lapangan. (Gms)