Jumat, 19 Oktober 2012

Petani Ikan di Desa Lampegan Mati Suri


Catatan Jurnalis - Kondisi satu kolam yang memiliki lebar tiga langkah kaki orang dewasa dan panjangnya lima langkah kaki orang dewasa di RT 3 RW 5 Kampung Lampegan, Desa Lampegan, Kecamatan Ibun, Selasa (16/10), terlihat begitu memerihatinkan. Tak ada air yang seharusnya membasahi tembok kolam yang tingginya dua langkah kaki orang dewasa itu.

Add caption
Tanah yang menjadi dasar kolam itu pun terlihat pecah-pecah karena dilanda kekeringan. Hanya tumpukan sampah rumah tangga yang terlihat di dasar kolam tersebut. Bahkan ayam jago peliharaan warga sekitar mengais makanan di dasar kolam tersebut. Ayam itu berharap ada cacing yang muncul dari retak tanah yang kering.
Kondisi tersebut tak hanya terjadi di satu kolam. Ada belasan kolam lainnya yang mengalami hal serupa meski setiap kolam memiliki ukuran yang berbeda. "Sebelumnya, 20 kolam di satu lokasi ini dipenuhi ikan," kata Kepala Desa Lampegan, Endang Mahyar ketika ditemui”BN” di lokasi perikanan Desa Lampegan, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Selasa (16/10).
Akibat banyak kolam yang kering, Endang mengatakan, banyak warganya beralih pekerjaan menjadi pekerja kasar di berbagai wilayah. Padahal warga di sana terampil dalam mengembangbiakkan ikan. "Padahal sejarah desa kami pernah mendapatkan penghargaan kalpataru tentang budi daya ikan," kata Endang.
 Endang mengatakan, kondisi tersebut memang cukup ironis. Pasalnya, Desa Lampegan memiliki sumber daya manusia yang andal. Namun kemampuan tersebut tak didukung dengan ketersiadaan sumber daya alam, yakni air yang memadai. 
 Ada puluhan petani ikan yang mampu memroduksi ikan-ikan untuk dikonsumsi. "Tercatat memang baru ada tiga kelompok. Tapi yang individu yang menjadi petani ikan juga banyak di desa ini. Bahkan beberapa warga ada yang bekerja di tempat pembibitan ikan di Majalaya," kata Endang.
 Para petani ikan di desanya, kata Endang, memang hanya mengandalkan air ketika musim hujan. Sebab, air sungai yang diandalkan menjadi sumber air untuk memenuhi ukuran kolam ikut mengering. Itu sebabnya banyak kolam dibiarkan mengering begitu saja.
 Kalau air sudah normal, banyak warga yang menyibukkan diri dengan ikan-ikannya," kata Endang. Dikatakannya, banyak warga yang tadinya menjadi pekerja lepas di luar daerah pulang kembali ke desa menekuni profesi sebagai petani ikan ketika musim penghujan tiba. 
Ikan nila dan mas, kata Endang, menjadi andalan para petani ikan di Desa Lampegan. Sebab jenis ikan tersebut cukup diminati pasar. Selain itu, cara budi daya ikan nila cukup mudah lantaran mampu bereproduksi dengan cepat. Antara 2-3 bulan dari bibit, ikan nila sudah dewasa dan dapat menghasilkan telur setiap bulan satu kali. 
 "Karena ada beberapa kendala yang dihadapi petani di musim kemarau makanya kami hanya memelihara ikan yang cepat dan menghasilkan," kata Endang.
 Endang mengatakan, harga ikan mas sekitar Rp 20 ribu per kg-nya, sedangkan harga jual ikan nila Rp 10 ribu per kg. Karena itu petani bisa langsung meraup keuntungan jika ada pembeli yang datang langsung ke petani. 
 Biasanya pembeli kebanyakan datang dari Bogor, Bandung, dan Jakarta. Bahkan orang Jawa Tengah pun mengambil barang dari sini," katanya.
 Peternak yang memanen ikan nila dan ikan mas itu, kata Endang, bisa mendapatkan keuntungan yang cukup besar dari modal investasi. Pada ukuran kolam sekitar 500 m2 saja, bisa ditanami lima ribu bibit nila atau pun ikan mas. Pada hasil panen akhir bisa menghasilkan sekitar 4 ribu ekor gurami yang siap konsumsi. "Bisa untung sekitar Rp 20 juta dari modal awal sekitar Rp 30 juta," kata Endang.
Meski begitu, keuntungan para petani tersebut tak selamanya berjalan dengan mulus. Sebab, para petani ikan di Desa Lampegan harus merugi ketika menghadapi musim kemarau. Apalagi jika musim kemarau berlangsung cukup panjang. Akibatnya banyak warga yang menganggur atau beralih profesi. "Meski untung besar ketika bisa beternak ikan, namun untung tersebut habis untuk memenuhi kebutuhan hidup di musim kemarau," kata Endang.
 Oleh karena itu, kata Endang, para petani ikan di Desa lampegan ibarat hidup tak mau mati pun enggan. Alhasil, kolam-kolam yang menganga di Kampung Lampegan hanya menjadi tempat pembuangan sampah sementara. "Sebetulnya tak hanya Kampung Lampegan saja yang warganya menjadi petani ikan. Kampung Jolok dan Babakan Salam, juga banyak petani ikannya," kata Endang. 
 Ia pun berharap ada investor swasta atau kepedulian pemerintah terhadap warganya untuk bisa menanggulangi kendala yang dihadapi warganya. "Kalau mau membantu para investor juga harus selektif kepada warga agar modal ata pelatihan yang diberikan bisa tepat sasaran," katanya.(Deden Kusdinar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Catatan Jurnalis - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger