Catatan Jurnalis - Kondisi satu kolam yang memiliki lebar tiga langkah kaki orang dewasa dan panjangnya lima langkah kaki orang dewasa di RT 3 RW 5 Kampung Lampegan, Desa Lampegan, Kecamatan Ibun, Selasa (16/10), terlihat begitu memerihatinkan. Tak ada air yang seharusnya membasahi tembok kolam yang tingginya dua langkah kaki orang dewasa itu.
Add caption |
Tanah yang
menjadi dasar kolam itu pun terlihat pecah-pecah karena dilanda kekeringan.
Hanya tumpukan sampah rumah tangga yang terlihat di dasar kolam tersebut.
Bahkan ayam jago peliharaan warga sekitar mengais makanan di dasar kolam
tersebut. Ayam itu berharap ada cacing yang muncul dari retak tanah yang
kering.
Kondisi
tersebut tak hanya terjadi di satu kolam. Ada belasan kolam lainnya yang
mengalami hal serupa meski setiap kolam memiliki ukuran yang berbeda.
"Sebelumnya, 20 kolam di satu lokasi ini dipenuhi ikan," kata Kepala
Desa Lampegan, Endang Mahyar ketika ditemui”BN” di lokasi perikanan Desa
Lampegan, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Selasa (16/10).
Akibat
banyak kolam yang kering, Endang mengatakan, banyak warganya beralih pekerjaan
menjadi pekerja kasar di berbagai wilayah. Padahal warga di sana terampil dalam
mengembangbiakkan ikan. "Padahal sejarah desa kami pernah mendapatkan
penghargaan kalpataru tentang budi daya ikan," kata Endang.
Endang
mengatakan, kondisi tersebut memang cukup ironis. Pasalnya, Desa Lampegan
memiliki sumber daya manusia yang andal. Namun kemampuan tersebut tak didukung
dengan ketersiadaan sumber daya alam, yakni air yang memadai.
Ada puluhan
petani ikan yang mampu memroduksi ikan-ikan untuk dikonsumsi. "Tercatat
memang baru ada tiga kelompok. Tapi yang individu yang menjadi petani ikan juga
banyak di desa ini. Bahkan beberapa warga ada yang bekerja di tempat pembibitan
ikan di Majalaya," kata Endang.
Para petani
ikan di desanya, kata Endang, memang hanya mengandalkan air ketika musim hujan.
Sebab, air sungai yang diandalkan menjadi sumber air untuk memenuhi ukuran
kolam ikut mengering. Itu sebabnya banyak kolam dibiarkan mengering begitu
saja.
Kalau
air sudah normal, banyak warga yang menyibukkan diri dengan ikan-ikannya,"
kata Endang. Dikatakannya, banyak warga yang tadinya menjadi pekerja lepas di
luar daerah pulang kembali ke desa menekuni profesi sebagai petani ikan ketika
musim penghujan tiba.
Ikan nila
dan mas, kata Endang, menjadi andalan para petani ikan di Desa Lampegan. Sebab
jenis ikan tersebut cukup diminati pasar. Selain itu, cara budi daya ikan nila
cukup mudah lantaran mampu bereproduksi dengan cepat. Antara 2-3 bulan dari
bibit, ikan nila sudah dewasa dan dapat menghasilkan telur setiap bulan satu
kali.
"Karena
ada beberapa kendala yang dihadapi petani di musim kemarau makanya kami hanya
memelihara ikan yang cepat dan menghasilkan," kata Endang.
Endang
mengatakan, harga ikan mas sekitar Rp 20 ribu per kg-nya, sedangkan harga jual
ikan nila Rp 10 ribu per kg. Karena itu petani bisa langsung meraup keuntungan
jika ada pembeli yang datang langsung ke petani.
Biasanya
pembeli kebanyakan datang dari Bogor, Bandung, dan Jakarta. Bahkan orang Jawa
Tengah pun mengambil barang dari sini," katanya.
Peternak
yang memanen ikan nila dan ikan mas itu, kata Endang, bisa mendapatkan
keuntungan yang cukup besar dari modal investasi. Pada ukuran kolam sekitar 500
m2 saja, bisa ditanami lima ribu bibit nila atau pun ikan mas. Pada hasil panen
akhir bisa menghasilkan sekitar 4 ribu ekor gurami yang siap konsumsi.
"Bisa untung sekitar Rp 20 juta dari modal awal sekitar Rp 30 juta,"
kata Endang.
Meski
begitu, keuntungan para petani tersebut tak selamanya berjalan dengan mulus.
Sebab, para petani ikan di Desa Lampegan harus merugi ketika menghadapi musim
kemarau. Apalagi jika musim kemarau berlangsung cukup panjang. Akibatnya banyak
warga yang menganggur atau beralih profesi. "Meski untung besar ketika
bisa beternak ikan, namun untung tersebut habis untuk memenuhi kebutuhan hidup
di musim kemarau," kata Endang.
Oleh karena
itu, kata Endang, para petani ikan di Desa lampegan ibarat hidup tak mau mati
pun enggan. Alhasil, kolam-kolam yang menganga di Kampung Lampegan hanya
menjadi tempat pembuangan sampah sementara. "Sebetulnya tak hanya Kampung
Lampegan saja yang warganya menjadi petani ikan. Kampung Jolok dan Babakan
Salam, juga banyak petani ikannya," kata Endang.
Ia pun
berharap ada investor swasta atau kepedulian pemerintah terhadap warganya untuk
bisa menanggulangi kendala yang dihadapi warganya. "Kalau mau membantu
para investor juga harus selektif kepada warga agar modal ata pelatihan yang
diberikan bisa tepat sasaran," katanya.(Deden Kusdinar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar