Sabtu, 13 Oktober 2012

Tanah Hibah Diacuhkan Pemerintah


Catatan Jurnalis- Gedung eks SD Yasahidi 2 di RT 4 RW 13 Kampung Warukut, Desa Cileunyi Wetan, Kecamatan Cileunyi terbengkalai. Kondisi gedung yang memiliki tujuh ruang kelas ini pun tak terawat. Bahkan beberapa tembok ada yang sudah hancur.
Berdasarkan pantauan BN, halaman sekolah tersebut banyak dipenuhi dengan ilalang liar. Bahkan ilalang tersebut ada yang masuk ke ruangan kelas karena tak memiliki kaca dan pintu lagi. Tak hanya itu saja, kondisi tembok gedung itu dipenuhi coret-coretan. Fasilitas umum seperti WC dan rumah dinas guru pun rusak atap bangunannya sudah tak terlihat lagi.
Warga RT 4 RW 13 Kampung Warukut, Desa Cileunyi Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, Nur (32), Entin (30), dan Iyam (24), mengatakan megahnya gedung tersebut memang tak terlihat lagi setelah tak lagi dipakai kegiatan belajar mengajar (KBM) sejak 2008.
Padahal tanah tersebut merupakan tanah hibah dari Almarhum Ibu Ojoh. Itu mengapa, ketiga wanita yang sedang menjemput anaknya di TK yang berada di Kampung Warukut itu, menyayangkan gedung tersebut tak berfungsi lagi. Sementara itu, kerabat Almarhum Ibu Ojoh tak bisa ditemui karena tidak berada di kediamannya.
"Katanya sih tak laiak pakai lagi. Tapi kan seharusnya pemerintah bisa memperbaiki sekolah tersebut karena tanah tersebut merupakan tanah hibah," kata ketiganya ketika ditemui wartawan di Kampung Warukut, Desa Cileunyi Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, Kamis (11/10).
Entin pun membenarkan, gedung tersebut pernah digunakan SD Yasahidi 2. Namun, kata mereka, SD Yasahidi 2 kini sudah merger dengan SD Yasahidi 1 pada Januari 2012. "Kalau alasannya dimerger tidak tahu. Yang jelas SD Yasahidi sekarang cuma ada satu saja, yakni SD Yasahidi," kata Entin. Dikatakannya SD Yasahidi beralamat di Kampung Ciburial Hilir, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung.
Menurut tiga wanita yang merupakan penduduk asli Kampung Warukut ini, gedung yang memiliki luas sekitar 1400 m2 itu seharusnya bisa dijadikan sekolah di tingkat SMP ketimbang dibiarkan mangkrak begitu saja. Dengan adanya SMP di Kampung Warukut itu, kata Entin, bisa membantu program pemerintah, yakni belajar 9 tahun.
"Siswa SMP di kampung sekitar sini kebanyakan sekolahnya jauh-jauh. Murid SMP dari kampung ini harus jalan sejauh 5 sampai 7 km menuju SMP terdekat. Karena itu kalau memang ada SMP di Warukut pasti masyarakat akan senang dan meringankan beban orang tua dalam memberikan uang saku," ujar Iyam.
Iyam pun mengatakan, setiap harinya orang tua harus memberikan uang sebesar Rp 20 ribu untuk anaknya. Padahal warga Kampung Warukut banyak bekerja sebagai petani. "Untuk ojek saja bolak-balik habis Rp 15 ribu. Belum uang jajannya," ujar Ina. Menurut Iyam, oran tua murid SMP di Kampung Pejaten, Demahluhur, dan lainnya mengalami hal serupa seperti warga Kampung Warukut.
Hal senada juga diutarakan Lili Suhaeli (44), Warga RT 01 RW 19 Kampung Pejaten , Desa Cileunyi Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, ketika ditemui wartawan Kamis (11/10). Ia menyayangkan kondisi gedung yang seharusnya masih bisa digunakan lagi itu.
"Warga memang sudah meminta ke Pak Imar sebagai Dewa Sekolah Kecamatan Cileunyi untuk memperbaiki gedung tersebut menjadi SMP. Dan seharusnya pemerintah bersyukur masih memiliki tanah hibah yang memang dimanfaatkan menjadi sekolah sehingga tak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli tanah dan membangun gedung baru," katanya ketika ditemui di Kantor Desa Cileunyi Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung.
Lili mengatakan, kalau pun memang sekolah itu tak bisa digunakan SMP, Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bandung seharusnya tak mengacuhkan bagunan tersebut. Apalagi tanah tersebut merupakan tanah hibah yang seharusnya bisa dimanfaatkan lebih maksimal. "Sekarang banyak tanah syang ada sekolahnya di Kabupaten Bandung digugat ahli warisnya. Sedangkan ini malah dibiarkan begitu saja," katanya.
Sementara itu, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Cileunyi Wetan, Ahmad Sobar, geram dengan kondisi gedung tersebut. Pasalnya ia menilai pemerintah tak becus dalam mengelola asetnya. Padahal mencari tanah untuk didirikan bangunan sekolah tidak lah mudah. "Pemerintah harus ke lapangan. Jangan sampai di kemudian hari tanah itu digugat sama ahli warisnya," kata Ahmad.
Meski begitu, Ahmad mengaku tidak mengetahui secara pasti tentang status tanah tersebut. Itu mengapa Ahmad tak bisa menjelaskan tentang pengalihan tanah tersebut. Sebab desa belum memiliki bukti status tanah tersebut.
"Kalau pun punya Disdik seharusnya digunakan lagi ketimbang mangkrak begitu ketimbang harus membuang percuma anggaran," katanya.(Dent)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Catatan Jurnalis - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger