Rabu, 24 Oktober 2012

Atje Membantah Jadi Tersangka Mabes Polri


Catatan Jurnalis - Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sumedang, Atje Arifin, membantah telah ditetapkan tersangka pihak Mabes Polri. Hal itu dikatakannya setelah santer terdengar jika Atje diduga kuat melakukan tindak pidana korupsi dalam pembelian tanah yang digunakan Rumah Potong Hewan (RPH) Haurgombong.
"Masalah status saya itu, sampai saat ini tidak ada pemberitahuan atau surat secara resmi yang menyatakan sebagai tersangka dari siapa pun dan dari mana pun," kata Atje ketika ditemui wartawan di sebuah rumah makan di Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Rabu (24/10).

Namun demikian Atje mengaku jika memang pernah dipanggil pihak Mabes Polri di Mapolda Jawa Barat (Jabar) dan di Mapolres Kabupaten Sumedang. Hanya saja Atje dalam pemeriksaan waktu itu berstatus sebagai saksi untuk tersangka yang lain. Karena itu kini ia mulai angkat bicara setelah isu miring yang menimpanya beredar luas di masyarakat.
"Status sebagai tersangka dan status sebagai saksi kan beda," katanya. Ia pun menilai jika isu yang berhembus ini sarat akan kepentingan lantaran seperti dibuat-buat.
Atje juga membantah jika nilai kegiatan pembebasan tanah untuk RPH yang senilai Rp 3,5 M plus Rp 500 juta sebagai dana pendamping itu adalah salah. Bahkan dengan nilai itu ia membantah telah merugikan negara.
Ia menyebut, nilai yang benar, yakni Rp 1,5 M yang rinciannya Rp 1 M dana dari Provinsi dan Rp 500 juta merupakan APBD Kabupaten Sumedang. Nilai Itu pun, kata Atje, berdasarkan pemeriksaan BPK tahun 2011 tidak terdapat kesalahan sehingga membuat kerugian bagi negara.
"Semua dasar itu salah. Dan saya tidak pernah menerima sepeser pun uang dari pembebesan pasar hewan itu. Demi Allah, kalau ini korupsi memperkaya diri berarti kan ada uang yang diterima meski jumlahnya kecil," katanya.
Selain itu, Atje membantah adanya penggelembungan harga atau mark-up atas harga tanah yang dibeli tersebut. Dikatakannya proses harga itu ditentukan berdasarkan musyawarah antara pemilik tanah dan pejabat pembuat komitmen Kabupaten Sumedang. Apalagi, lanjut Atje, ada standar harga yang dibuat tim independen bukan harga yang dibuat sepihak atau pun pribadi.
"Kalau memang ada mark-up harga yang seharusnya Rp 1 juta kan menjadi Rp 1,5 juta. Tapi kenyataannya harga yang disepakati itu di bawah harga yang direkomendasikan tim independen," katanya.
Meski begitu, Atje mengaku memang ada persoalan dalam hal tersebut. Pasalnya carinya dana untuk RPH itu tidak sesuai dengan prosedur dan aturan. Itu sebabnya Atje ingin persoalan itu diusut sampai tuntas.
Dikatakannya, prosedur yang dibuat terakhir dalam pembelian tanah itu baru sampai model C. Model C itu, kata dia, memuat data nama pemilik tanah, data bangunan, data tanah, data tanaman, dan lainnya sehingga besarannya akan diganti rugi jika memang terjadi kesepakatan.
"Panitia pengadaan tanah belum pernah membuat surat persetujuan pencairan yang ditujukan kepada pejabat pembuat komitmen tapi dana sudah cair," kata Atje yang bertindak sebagai Ketua Panitia Pembebasan Tanah (P2T) waktu itu. Ia pun mengatakan model C tersebut belum ditandatangi Kepala kantor Pertanahan.
Itu sebabnya P2T seolah bertanggungjawab dana yang cair sebanya dua tahap itu, yakni Juli 2010 dan Desember 2010.
Sebelumnya Bupati Sumedang, Don Murdono tak mau berkomentar banyak dan bersikap lebih jauh terkait dengan posisi Atje yang kabarnya ditetapkan tersangka Mabes Polri ketika ditemui wartawan di kawasan Jatinangor, Selasa (23/10). Don hanya mengatakan, semua itu masih belum jelas dan masih dalam tahap proses. Itu sebabnya belum ada pergantian atau pemberhentian Atje sebagai Sekda Kabupaten Sumedang.(Dent)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Catatan Jurnalis - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger